Cara menangani pasien syok anafilaksis pertolongan pertama oleh perawat adalah keterampilan kritis yang bisa menyelamatkan nyawa dalam hitungan menit — karena syok anafilaksis adalah reaksi alergi sistemik yang cepat, progresif, dan mematikan jika tidak ditangani segera, dengan risiko kematian bisa terjadi dalam 5–30 menit sejak gejala muncul. Dulu, banyak yang mengira “reaksi alergi = hanya gatal atau bengkak ringan”. Kini, semakin banyak tenaga kesehatan, sekolah, dan fasilitas umum menyadari bahwa anafilaksis adalah kegawatdaruratan medis yang membutuhkan respon cepat, tepat, dan terkoordinasi — dan bahwa perawat sering menjadi orang pertama yang melihat tanda bahaya dan bertindak sebelum dokter tiba. Banyak dari mereka yang rela mengikuti pelatihan simulasi, membawa epinefrin auto-injector di saku, dan membuat checklist darurat — karena mereka tahu: satu keputusan yang tertunda bisa berarti hilangnya nyawa pasien. Yang lebih menarik: beberapa rumah sakit kini mewajibkan semua perawat lulus sertifikasi ATLS (Advanced Trauma Life Support) dasar dan pelatihan anafilaksis tahunan, serta menerapkan “Anaphylaxis Emergency Cart” di setiap unit rawat.
Faktanya, menurut Kementerian Kesehatan RI, IDI, dan WHO, syok anafilaksis menyebabkan ratusan kematian preventable setiap tahun di Indonesia, dan 7 dari 10 kasus fatal terjadi karena keterlambatan pemberian epinefrin atau diagnosis yang salah. Banyak penyebab umum seperti alergi makanan (kacang, seafood), obat (antibiotik, NSAID), sengatan serangga, atau lateks bisa memicu reaksi hebat. Banyak perawat senior menekankan bahwa “gejala bisa dimulai dari kulit, tapi cepat menjalar ke saluran napas dan sirkulasi”, sehingga pengenalan dini dan tindakan segera adalah kunci utama. Yang membuatnya makin kuat: perawat bukan hanya penunjang — tapi aktor utama dalam rantai penyelamatan hidup (chain of survival). Kini, menjadi perawat yang baik bukan diukur dari seberapa cepat kamu mencatat — tapi seberapa cepat kamu bereaksi saat nyawa bergantung padamu.
Artikel ini akan membahas:
- Definisi & penyebab syok anafilaksis
- Tanda gawat yang harus dikenali
- 7 langkah pertolongan pertama oleh perawat
- Penggunaan epinefrin secara tepat
- Monitoring pasca-intervensi
- Pentingnya dokumentasi
- Panduan bagi perawat pemula, institusi, dan keluarga
Semua dibuat dengan gaya obrolan hangat, seolah kamu sedang ngobrol dengan senior perawat yang dulu pernah gagal tangani anafilaksis, kini justru jadi mentor dan bangga bisa ajarkan teknik yang benar. Karena kompetensi sejati bukan diukur dari seberapa sering kamu berhasil — tapi seberapa siap kamu saat situasi paling genting.
Apa Itu Syok Anafilaksis? Definisi, Penyebab, dan Gejala Awal
ASPEK | PENJELASAN |
---|---|
Definisi | Reaksi alergi sistemik berat yang melibatkan dua atau lebih sistem tubuh (kulit, respirasi, kardiovaskular) |
Penyebab Umum | Makanan (kacang, telur, seafood), obat (penisilin, aspirin), sengatan lebah, lateks |
Mekanisme | Pelepasan histamin & mediator inflamasi massal → vasodilatasi, edema, bronkospasme |
Onset | Cepat: 5–30 menit setelah paparan alergen |
Sebenarnya, anafilaksis bukan alergi biasa — tapi respons sistem imun yang meledak tak terkendali.
Tidak hanya itu, bisa terjadi pada siapa saja, bahkan tanpa riwayat alergi sebelumnya.
Karena itu, harus selalu waspada.

Tanda Gawat yang Harus Dikenali Perawat dalam 1 Menit
SISTEM TUBUH | GEJALA AWAL |
---|---|
Kulit | Gatal, urtikaria (bintik merah), eritema, angioedema (bengkak wajah/lidah) |
Respirasi | Sesak napas, stridor, wheezing, batuk, suara serak |
Kardiovaskular | Hipotensi, nadi cepat & lemah, pusing, sinkop (pingsan) |
Gastrointestinal | Mual, muntah, nyeri abdomen, diare |
Neurologis | Cemas berlebihan, gelisah, penurunan kesadaran |
Sebenarnya, jika ada dua atau lebih sistem terlibat, curigai anafilaksis.
Tidak hanya itu, gejala bisa berkembang sangat cepat.
Karena itu, jangan tunggu lengkap semua gejala.
7 Langkah Pertolongan Pertama oleh Perawat saat Terjadi Syok Anafilaksis
1. Kenali Gejala & Tentukan Diagnosis Awal
- Gunakan kriteria NIAID/FAAN: dua gejala dari dua sistem berbeda + paparan alergen
- Jangan ragu — lebih baik over-diagnose daripada terlambat
Sebenarnya, diagnosis klinis = kunci penanganan cepat.
Tidak hanya itu, waktu adalah otak — dan jantung.
Karena itu, percaya pada pengamatanmu.
2. Hentikan Paparan Alergen
- Berhenti infus obat penyebab
- Keluarkan sengatan lebah dengan kartu plastik (jangan pinset)
- Singkirkan makanan/sisa alergen dari mulut
Sebenarnya, menghentikan alergen = hentikan pemicu reaksi.
Tidak hanya itu, mencegah perburukan.
Karena itu, langkah pertama yang wajib.
3. Posisikan Pasien: Telentang, Kaki Diangkat (Posisi Syok)
- Kecuali ada muntah atau sesak berat → posisi semi-Fowler
- Hindari duduk atau berdiri — bisa picu cardiac arrest
Sebenarnya, posisi syok meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
Tidak hanya itu, stabilkan tekanan darah.
Karena itu, sangat penting.
4. Segera Berikan Epinefrin (Adrenalin) Intramuskular
- Dosis: 0.3–0.5 mg (1:1000) IM di lateral paha (vastus lateralis)
- Ulang tiap 5–15 menit jika tidak membaik
- Jangan tunda karena takut dosis — epinefrin adalah lifesaver
Sebenarnya, epinefrin adalah satu-satunya obat yang bisa membalikkan anafilaksis.
Tidak hanya itu, semakin cepat diberikan, semakin besar harapan hidup.
Karena itu, jangan pernah ragu.
5. Buka Jalan Napas & Berikan Oksigen
- Pasang nasal kanul atau masker oksigen 10–15 L/menit
- Siapkan alat intubasi jika ada tanda sumbatan jalan napas
Sebenarnya, hipoksia adalah ancaman utama kedua setelah hipotensi.
Tidak hanya itu, oksigen mendukung fungsi organ vital.
Karena itu, harus segera diberikan.
6. Pasang Jalur Infus & Berikan Cairan NaCl 0.9%
- Cairan kristaloid cepat (1–2 liter dewasa) untuk mengatasi syok hipovolemik fungsional
- Pantau tanda vital & diuresis
Sebenarnya, vasodilatasi menyebabkan penurunan volume efektif sirkulasi.
Tidak hanya itu, cairan membantu menstabilkan tekanan.
Karena itu, wajib diberikan bersama epinefrin.
7. Berikan Obat Tambahan (Setelah Epinefrin)
- Antihistamin (IV): Diphenhydramine 25–50 mg → redakan gatal & urtikaria
- Kortikosteroid (IV): Prednison/hidrokortison → cegah reaksi biphasic
- Bronkodilator (nebulizer): Salbutamol jika ada bronkospasme
Sebenarnya, obat tambahan tidak menggantikan epinefrin — hanya pendukung.
Tidak hanya itu, epinefrin tetap raja dalam penanganan anafilaksis.
Karena itu, jangan balik urutan.
Obat Utama: Penggunaan Epinefrin (Adrenalin) Secara Tepat dan Aman
PARAMETER | REKOMENDASI |
---|---|
Rute | Intramuskular (IM) di lateral paha — bukan subkutan atau IV (kecuali syok berat) |
Dosis Dewasa | 0.3–0.5 mg (0.3–0.5 mL dari 1:1000) |
Dosis Anak | 0.01 mg/kg BB (maks 0.3 mg) |
Interval Ulang | Tiap 5–15 menit jika tidak membaik |
Epinefrin Auto-Injector | EpiPen®, Jext® — mudah digunakan, simpan di emergency cart |
Sebenarnya, epinefrin bekerja dalam 1–2 menit: konstriksi pembuluh, relaksasi otot paru, dan stimulasi jantung.
Tidak hanya itu, aman jika diberikan meskipun diagnosis belum pasti.
Karena itu, beri sekarang, jangan tunda.
Monitoring & Evaluasi Setelah Intervensi Awal
PARAMETER | FREKUENSI |
---|---|
Tekanan Darah & Nadi | Tiap 5–15 menit selama 1 jam pertama |
Saturasi Oksigen (SpO₂) | Kontinu dengan pulse oximeter |
Pernapasan & Kesadaran | Setiap 5 menit |
Diuresis | Pantau kateter (minimal 0.5 mL/kg/jam) |
Sebenarnya, risiko reaksi biphasic (relaps dalam 1–72 jam) mencapai 20%.
Tidak hanya itu, pasien harus observasi minimal 4–6 jam setelah gejala hilang.
Karena itu, jangan pulangkan terlalu cepat.
Pentingnya Dokumentasi dan Pelaporan Insiden Klinis
ELEMEN WAJIB | CONTOH |
---|---|
Waktu Gejala Muncul | “10.15 WIB, pasien mengeluh sesak setelah infus ceftriaxone” |
Tindakan & Waktu | “10.17 WIB, epinefrin 0.5 mg IM diberikan” |
Respons Pasien | “10.20 WIB, TD naik dari 80/50 menjadi 110/70 mmHg” |
Obat yang Diberikan | Lengkap: nama, dosis, rute, waktu |
Nama Perawat & Paraf | Bertanggung jawab secara hukum |
Sebenarnya, jika tidak dicatat, maka dianggap tidak dilakukan.
Tidak hanya itu, dokumentasi adalah alat komunikasi tim & bukti hukum.
Karena itu, harus akurat, lengkap, dan real-time.
Penutup: Detik-Detik Awal adalah Penentu Hidup-Mati — Dan Perawat adalah Garda Terdepan
Cara menangani pasien syok anafilaksis pertolongan pertama oleh perawat bukan sekadar daftar langkah — tapi pengakuan bahwa dalam kegawatdaruratan medis, perawat bukan hanya asisten — tapi penentu nasib pasien di detik-detik paling kritis, ketika setiap detik berdetak adalah taruhan antara hidup dan mati.
Kamu tidak perlu jadi dokter untuk menyelamatkan nyawa.
Cukup kenali gejala, berikan epinefrin, dan jangan pernah ragu bertindak.

Karena pada akhirnya,
setiap kali kamu menyuntikkan adrenalin tepat waktu, setiap kali kamu menyelamatkan jalan napas, setiap kali rekam medis menunjukkan “pasien stabil setelah intervensi awal” — adalah bukti bahwa kamu bukan hanya perawat — tapi penjaga hidup yang bekerja diam-diam, tanpa pujian, tapi dengan integritas tertinggi.
Akhirnya, dengan satu keputusan:
👉 Jadikan protokol sebagai kebiasaan, bukan formalitas
👉 Prioritaskan nyawa, bukan prosedur birokrasi
👉 Percaya pada insting klinismu
Kamu bisa menjadi bagian dari generasi perawat Indonesia yang tidak hanya terampil — tapi juga berani, cepat, dan selalu siap menjadi garda terdepan dalam penyelamatan nyawa.
Jadi,
jangan anggap anafilaksis hanya reaksi alergi.
Jadikan sebagai kegawatdaruratan yang membutuhkan aksi seketika.
Dan jangan lupa: di balik setiap “Alhamdulillah, pasien selamat berkat tindakan cepat perawat” dari kepala ruangan, ada pilihan bijak untuk tidak panik, tidak menunda, dan memilih bertindak — meski tidak ada dokter di dekatmu.
Sebenarnya, alam tidak butuh kita.
Tentu saja, kita yang butuh alam untuk bertahan hidup.
Dengan demikian, menjaganya adalah bentuk rasa syukur tertinggi.
Padahal, satu generasi yang peduli bisa mengubah masa depan.
Akhirnya, setiap tindakan pelestarian adalah investasi di masa depan.
Karena itu, mulailah dari dirimu — dari satu keputusan bijak.