Studi Kasus Keperawatan: Penanganan Pasien Hipertensi di Puskesmas
Studi Kasus Keperawatan

Studi Kasus Keperawatan: Penanganan Pasien Hipertensi di Puskesmas

Studi kasus keperawatan penanganan pasien hipertensi di puskesmas bukan sekadar tugas kuliah atau dokumentasi medis — tapi cermin dari keseharian perawat di garda terdepan kesehatan masyarakat: menghadapi pasien dengan tekanan darah tinggi, gaya hidup tidak sehat, dan minim pengetahuan — tapi penuh harapan.

Aku masih ingat Bapak R, 58 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan pusing dan sesak napas.
Tekanan darahnya 180/110 mmHg.
Obatnya habis sejak tiga bulan lalu.
“Nanti kalau ada waktu, saya ambil lagi,” katanya.

Di situlah tugasku dimulai.
Bukan cuma memberi obat.
Tapi mendampingi, mengedukasi, dan membuatnya percaya bahwa dia bisa mengendalikan penyakit ini.

Dan inilah studi kasus yang sebenarnya:
bukan hanya tentang angka dan diagnosa — tapi tentang manusia, harapan, dan perubahan.


Pentingnya Studi Kasus dalam Pendidikan dan Praktik Keperawatan

Studi kasus bukan cuma tugas akademik.
Ini adalah jembatan antara teori dan realita.

Di kelas, kita belajar:

“Hipertensi = tekanan darah ≥140/90 mmHg.”

Tapi di lapangan?
Kita menghadapi Bapak R yang tidak tahu arti angka itu, yang lebih takut bayar obat daripada mati karena stroke.

Karena itu, studi kasus mengajarkan:

  • Empati, bukan hanya prosedur
  • Komunikasi, bukan hanya dokumentasi
  • Pendekatan holistik, bukan hanya fokus pada penyakit

Seorang perawat yang baik bukan yang hafal semua diagnosa — tapi yang bisa duduk, mendengar, dan membuat pasien merasa dihargai.


Profil Pasien: Bapak R, 58 Tahun, Penderita Hipertensi Kronis

INDENTITAS DATA
Nama Bapak R
Usia 58 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki
Pekerjaan Petani (sekarang serabutan)
Alamat Desa Cipanas, Jawa Barat
Riwayat Penyakit Hipertensi sejak 2018, tidak rutin minum obat
Keluhan Utama Pusing, sesak, lemas
Tekanan Darah Saat Datang 180/110 mmHg
IMT 28,5 (Obesitas)
Riwayat Keluarga Ayah meninggal karena stroke

Sebenarnya, profil seperti ini sangat umum di puskesmas.
Tidak hanya itu, banyak pasien seperti Bapak R:

  • Tidak paham penyakitnya
  • Tidak mampu beli obat rutin
  • Hidup dalam pola makan tinggi garam dan rokok

Karena itu, intervensi harus realistis, berkelanjutan, dan melibatkan keluarga.


Pengkajian Keperawatan: Dari Riwayat Medis hingga Pola Hidup

Aku mulai dengan wawancara pelan-pelan, bukan langsung isi form.

Data Subjektif:

  • “Saya pusing, terutama kalau panas.”
  • “Sering sesak kalau angkat galon.”
  • “Obatnya habis, belum sempat ambil.”
  • “Makanan? Nasi, sambal, ikan asin. Enak, murah.”
  • “Rokok? Saya nggak bisa hidup tanpa kopi dan rokok pagi.”

Data Objektif:

  • TD: 180/110 mmHg
  • Nadi: 92x/menit
  • BB: 78 kg, TB: 168 cm → IMT 28,5
  • Tidak ada edema, refleks normal

Pola Hidup:

  • Nutrisi: tinggi garam, rendah serat
  • Aktivitas: aktif, tapi tidak teratur
  • Koping: pasif, menyepelekan
  • Keyakinan: percaya pada ramuan tetangga

Sebenarnya, pengkajian yang baik dimulai dari kepercayaan.
Tidak hanya itu, pasien harus merasa nyaman, tidak dihakimi.
Karena itu, aku duduk sejajar, ngobrol kayak temen.


Diagnosa Keperawatan Utama

Berdasarkan data:

  1. Resiko cedera b.d. peningkatan tekanan darah
  2. Ketidakefektifan manajemen kesehatan b.d. kurang pengetahuan
  3. Nutrisi lebih b.d. asupan tidak seimbang
  4. Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan

Semua diagnosa ini bisa diintervensi oleh perawat, bukan hanya dokter.


Rencana dan Tindakan Keperawatan

Aku nggak langsung bilang: “Stop rokok, diet, olahraga!”
Dia bakal kabur.

Aku mulai dari yang kecil:

  • Edukasi: pakai bahasa sehari-hari, kasih contoh: “Garam itu kayak api, Bapak. Kalau terus-terusan, darahnya bisa ‘meledak’.”
  • Gaya hidup: ajak ganti garam, kurangi rokok, jalan kaki 10 menit
  • Pemantauan: kasih buku kecil, catat tekanan darah tiap minggu
  • Dukungan keluarga: ajak anaknya ikut kontrol

Aku juga libatkan kader posyandu untuk pantau di rumah.
Karena perawat nggak bisa selalu ada — tapi sistem bisa.


Evaluasi: Perubahan yang Nyata

Setelah 3 bulan:

  • TD turun jadi 138/88 mmHg
  • BB turun 3 kg
  • Minum obat teratur
  • Mulai makan sayur
  • Ajak temannya kontrol

Yang paling bikin aku tersenyum?
Dia bilang:

“Bu, sekarang saya nggak takut mati lagi.”

Itu bukan sekadar perbaikan klinis.
Itu kemenangan atas rasa takut.


Peran Perawat dalam Pencegahan Hipertensi di Masyarakat

Perawat di puskesmas bukan cuma bagi obat.
Kami adalah:

  • Edukator → ngajar di posyandu, sekolah, desa
  • Detektor dini → skrining massal
  • Pendamping → dampingi pasien kronis
  • Advokat → dorong kebijakan sehat

Karena mencegah lebih baik daripada mengobati — dan perawat adalah ujung tombaknya.


Penutup: Perawat Bukan Hanya Pelaksana — Tapi Agen Perubahan

Studi kasus keperawatan penanganan pasien hipertensi di puskesmas bukan sekadar dokumen.
Ini adalah bukti bahwa perawat bisa mengubah hidup — satu pasien, satu desa, satu komunitas.

Karena pada akhirnya,
kesembuhan bukan cuma soal angka turun — tapi soal senyum yang kembali, harapan yang hidup, dan rasa percaya yang tumbuh.

Dan itu,
hanya bisa terjadi kalau perawat hadir bukan sebagai petugas — tapi sebagai manusia yang peduli.